Rabu, 03 Februari 2010 12:38 | ||||||
Problem kelalaian dalam mengelola Sumber Daya Air (SDA) akan berakibat bencana. Wacana privatisasi SDA pun semakin nyata dirasakan masyarakat. Potret konflik SDA di berbagai daerah kian meluas. Cepat atau lambat, krisis kelangkaan air akan terjadi di Indonesia.
Setidaknya terdapat tiga hal yang perlu dicermati dari UUSDA tersebut. Pertama, UUSDA membuka peluang sebesar-besarnya terhadap privatisasi, baik itu yang dilakukan oleh perorangan maupun perusahaan swasta. Privatisasi SDA dengan mudah dapat diperoleh hanya dengan mengantongi izin pemerintah. Parahnya, praktek perizinan selama ini korup dan menyampingkan hak masyarakat. Melalui privatisasi ini, maka jaminan pelayanan hak dasar rakyat banyak tersebut ditentukan oleh swasta dengan mekanisme pasar. Dalam hal ini, World Bank justru menyatakan “Manajemen sumberdaya air yang efektif haruslah memperlakukan air sebagai “komoditas ekonomis” dan “ partisipasi swasta dalam penyediaan air umumnya menghasilkan hasil yang efisien, peningkatan pelayanan, dan mempercepat investasi bagi perluasan jasa penyediaan”. (World Bank, 1992). Menurut World Bank, air yang diperoleh masyarakat saat ini masih berada di bawah “harga pasar” dan perlu dinaikkan. Baik World Bank dan ADB dalam “Kebijakan Air”-nya mendorong diterapkannya mekanisme harga yang mengadopsi apa yang disebut sebagai Full Cost Recovery. Secara singkat, Full Cost Recovery berarti konsumen membayar harga yang meliputi seluruh biaya. Dengan demikian privatisasi, sebagaimana yang telah terjadi di sejumlah negara, identik dengan kenaikan harga tarif air.
Betapa tidak, pada tahun 2002, Komite Hak Ekonomi Sosial dan Budaya PBB dalam komentar umum No.15 memberikan penafsiran yang lebih tegas terhadap pasal 11 dan 12 Konvensi Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya dimana hak atas air tidak bisa dipisahkan dari hak-hak asasi manusia lainnya. Dengan kata lain jaminan terhadap hak atas air bagi masyarakat merupakan tanggung jawab pemerintah. Ketiga, ambiguitas peraturan perundang-undangan selama ini kerap menuai penafsiran beragam. Dalam UUSDA, kemungkinan penafsiran lebih diarahkan untuk memperbesar peluang pemberian hak guna usaha atas air. Sikap reaktif pemerintah tersebut telah memunculkan kasus di berbagai daerah, misalnya saja kasus Perda retribusi air Kab Mojokerto Jawa Timur, kasus kelangkaan air untuk irigasi sawah petani akibat usaha bendungan milik swasta di Karawang Jawa Barat, dan lain sebagainya. Di sisi lain, konflik petani Kedung Ombo Jawa Tengah setidaknya menjadi bukti, bahwa usaha swastanisasi tersebut menyengsarakan rakyat. |
Rabu, 14 April 2010
Kebijakan Privatisasi Penyebab Krisis Air
Kebijakan Privatisasi Penyebab Krisis Air
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar